Xi Jinping Tancap Gas Teknologi, Amerika Ketinggalan Jauh

Dalam dekade terakhir, di bawah kepemimpinan Xi Jinping, China bergerak cepat dan agresif untuk merealisasikan ambisinya sebagai kekuatan global utama. Sementara Amerika Serikat masih disibukkan dengan dinamika domestik, persaingan politik internal, serta strategi luar negeri yang berubah-ubah, China justru menunjukkan konsistensi dan kecepatan dalam menjalankan agenda globalnya.

Berbagai laporan intelijen dan analisis geopolitik mengindikasikan bahwa Washington mulai merasa terdesak. “Xi Jinping tancap gas,” begitu istilah yang menggambarkan betapa cepat dan terorganisirnya manuver China. Berikut adalah empat jurus strategis China yang membuat Amerika Serikat semakin waswas.

1. Dominasi Teknologi Melalui Investasi Besar-besaran

China tidak hanya ingin menjadi pusat manufaktur dunia, tetapi juga penguasa teknologi tinggi. Pemerintahan Xi Jinping telah menggelontorkan ratusan miliar dolar dalam program-program seperti “Made in China 2025” dan “China Standards 2035”. Tujuannya jelas: menjadi pemimpin dalam sektor-sektor strategis seperti kecerdasan buatan (AI), semikonduktor, energi bersih, dan teknologi komunikasi seperti 5G dan 6G.

Perusahaan-perusahaan teknologi seperti Huawei, Baidu, dan BYD telah menjadi simbol transformasi LINK TRISULA88 digital dan inovasi China. Bahkan, di bidang AI, banyak analis menyebut bahwa China kini mulai mengejar – bahkan di beberapa aspek melampaui – dominasi AS.

Kekhawatiran Amerika terlihat dari berbagai langkah protektif seperti pelarangan ekspor chip canggih ke China dan pembentukan aliansi teknologi dengan negara-negara sekutu. Namun, langkah itu dianggap banyak pihak sebagai “terlambat”.

2. Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative): Menancapkan Pengaruh Global

Diluncurkan sejak 2013, proyek Belt and Road Initiative (BRI) telah menjadi alat utama China untuk memperluas pengaruh ekonomi dan politiknya ke lebih dari 140 negara. Dengan menawarkan pinjaman dan pembangunan infrastruktur – pelabuhan, jalan, rel kereta api, dan jaringan digital – China perlahan-lahan membentuk “jaring pengaruh” di Asia, Afrika, Timur Tengah, bahkan Eropa Timur.

Proyek ini menimbulkan kekhawatiran serius di Washington. AS menuduh BRI sebagai bentuk “diplomasi perangkap utang”, meskipun banyak negara berkembang tetap antusias karena melihatnya sebagai solusi cepat untuk masalah pembangunan mereka.

Sementara AS sibuk dengan strategi Indo-Pasifik yang masih belum solid, China terus menandatangani kesepakatan dan menancapkan pengaruhnya di wilayah-wilayah strategis dunia.

3. Modernisasi Militer dan Teknologi Pertahanan Canggih

Xi Jinping sejak awal menegaskan bahwa kekuatan militer adalah pilar penting dari kebangkitan China. Anggaran pertahanan China terus meningkat setiap tahun. Modernisasi PLA (Tentara Pembebasan Rakyat) tidak lagi sekadar soal jumlah, tetapi kualitas: dari rudal hipersonik, kapal induk generasi baru, hingga sistem peperangan siber dan ruang angkasa.

Amerika mulai merasa terancam secara militer, terutama di kawasan Indo-Pasifik. Pentagon dalam berbagai laporannya menyebut bahwa China kini memiliki “militer konvensional paling kuat di Asia” dan bisa memicu ketegangan serius, terutama terkait isu Taiwan dan Laut China Selatan.

Langkah Xi Jinping ini menandakan bahwa China tidak hanya ingin menjadi raksasa ekonomi, tetapi juga kekuatan militer global yang disegani.

4. Aliansi Global Alternatif: BRICS, SCO, dan De-Dolarisasi

Salah satu jurus yang paling membuat Amerika tidak nyaman adalah upaya China membentuk tatanan dunia alternatif di luar dominasi Barat. Melalui forum seperti BRICS (Bersama dengan Rusia, India, Brasil, dan Afrika Selatan) serta Shanghai Cooperation Organization (SCO), China aktif mendorong kerja sama ekonomi dan keamanan yang tidak bergantung pada AS atau Eropa.

Lebih dari itu, Beijing bersama Moskow mendorong de-dolarisasi atau pengurangan ketergantungan terhadap dolar AS dalam transaksi internasional.

By admin